Pengalaman Positif Covid-19 (3)
Makanan Ditaruh di Ujung Tangga
”PAK DE, Makan.” Suara dari seorang anak perempuan itu, memecah keheningan setelah maghrib. Saya sedang melamun sambil memikirkan tempat isolasi selama 14 hari.
”PAK DE, Makan.” Suara dari seorang anak perempuan itu, memecah keheningan setelah maghrib. Saya sedang melamun sambil memikirkan tempat isolasi selama 14 hari.
BEGITU divonis positif Covid-19 saya langsung memutuskan isolasi mandiri. Berarti dua kali saya menjalaninya. Yang pertama 28 Maret 2020.
HARI itu, 29 Desember 2020 saya tidak mempunyai firasat apa-apa. Apalagi sampai merasa positif Covid-19. Pagi pukul 07.10 saya berpesan ke karyawan agar sehat.
KABAR itu singkat. Kalimatnya datar. Tidak ada ekspresi apa-apa. Namun dampaknya bagi saya besar sekali. Kaget, bingung, dan takut. Semua bercampur menjadi satu
SEPERTI tidak ada hujan tidak ada angin. Banjir tiba-tiba menerjang. Demikian dahsyat. Sehingga masyarakat syok. Itulah wafatnya Habib Ja’far Al-Kaff.
BEBERAPA hari belakangan Kabupaten Rembang mencuat ke permukaan jagad nasional. Menyusul diangkatnya Yaqut Cholil Qoumas menjadi menteri agama.
SEORANG wartawan tiba-tiba menjadi objek perburuan petugas Covid-19. Dia menjadi tersangka penderita. Rumahnya didatangi orang-orang perpakaian ala astrononot.
SUATU hari saya masuk kantor agak siang. Sekitar pukul 09.00. Dua orang sudah menunggu. Mereka duduk di atas motor roda tiga. Menghadap ke jalan.
SUDAH lama saya berpuasa yang satu ini. Niat sudah bulat. Yaitu, tidak menulis tentang pemilihan kepala daerah. Rencananya sampai pelaksanaan 9 Desember lusa.
SUDAH lama (sekali) saya tidak mengikuti seminar. Apalagi menjadi narasumber. Minggu lalu tiba-tiba ada permintaan untuk menjadi pembicara.