28.3 C
Kudus
Friday, June 9, 2023

Dewan Kritik Solar Mahal dan Langka

PATI — Meski wacana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) batal, harganya tetap tinggi. Yakni mencapai Rp 16.000 per liter solar. Belum lagi solar saat ini sulit didapatkan. Sehingga dampaknya bisa berantai.

Anggota Komisi B DPRD Pati Sukarno mengatakan, prihatin dengan harga solar yang tinggi ini. Sebab sangat memberatkan melayan tangkap. ”Bandingkan saja berapa harga solar dan berapa hasil ikan. Pasti tak sesuai dengan hasilnya,” katanya.

Menurutnya, tingginya harga solar ini dampaknya berantai. Melambungnya harga solar dan langkanya supai tak hanya berdampak pada kapal saja. Melainkan, masyarakat juga terdampak.


”Di kapal ini ada krunya. Belum lagi masyarakat yang mengonsumsi ikan. Kalau kapal tak berangkat pasti masyarakat juga dirugikan. Otomatis perekonomian di pesisir merosok. Jadi berantai dampaknya,” paparnya.

Dia menambahkan, seharusnya pemerintah memperhatikan masyarakat sebelum membuat aturan. Misalnya, mengundang perwakilan nelayan untuk audiensi soal harga solar yang meninggi ini.

”Setidaknya ada kategori untuk harga BBM solar. Misalnya kalau skala industri itu tak apa kalau tinggi harga solarnya. Sedangkan untuk kapal ini kan tak skala industri. Paling tidak harganya tak mencapai Rp 16.000 per liter,” tukasnya.

Baca Juga :  Bapak-Anak Penimbun Solar di Rembang Diciduk Polisi, Begini Modusnya

Sementara itu, salah satu nelayan di Pati Mukit menuturkan, tingginya harga solar ini berpengaruh pada operasional kapal. Belum lagi ditambah dengan kelangkaan solar. ”Harga solar tinggi membuat para nelayan terpaksa berangkat melaut meski untungnya tak sebanding. Saya mewakili nelayan, menolak kalau harga BBM ini tinggi. Karena akan memberatkan para nelayan tangkap,” terang Ketua Barisan Muda Nelayan Juwana Mukit.

Tinggi harga solar ini mengakibatkan biaya pengeluaran kapal tinggi. Apalagi pendapatan ikan pada kapal tangkap tak sesuai. Maka itu memberatkan para nelayan tangkap.

”Biaya pengeluaran dan hasil itu lebih besar daripada biaya pengeluaran. Kalau tak memberangkatkan kapal kami mau kerja apalagi. Untuk perbekalan kapal saja bisa mencapai Rp 3 M. Sebelum harga BBM tinggi hanya mencapai Rp 2M-Rp 2,5 M.  Selisihnya besar sekali,” imbuhnya. (adr/him/adv)






Reporter: Andre Faidhil Falah

PATI — Meski wacana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) batal, harganya tetap tinggi. Yakni mencapai Rp 16.000 per liter solar. Belum lagi solar saat ini sulit didapatkan. Sehingga dampaknya bisa berantai.

Anggota Komisi B DPRD Pati Sukarno mengatakan, prihatin dengan harga solar yang tinggi ini. Sebab sangat memberatkan melayan tangkap. ”Bandingkan saja berapa harga solar dan berapa hasil ikan. Pasti tak sesuai dengan hasilnya,” katanya.

Menurutnya, tingginya harga solar ini dampaknya berantai. Melambungnya harga solar dan langkanya supai tak hanya berdampak pada kapal saja. Melainkan, masyarakat juga terdampak.

”Di kapal ini ada krunya. Belum lagi masyarakat yang mengonsumsi ikan. Kalau kapal tak berangkat pasti masyarakat juga dirugikan. Otomatis perekonomian di pesisir merosok. Jadi berantai dampaknya,” paparnya.

Dia menambahkan, seharusnya pemerintah memperhatikan masyarakat sebelum membuat aturan. Misalnya, mengundang perwakilan nelayan untuk audiensi soal harga solar yang meninggi ini.

”Setidaknya ada kategori untuk harga BBM solar. Misalnya kalau skala industri itu tak apa kalau tinggi harga solarnya. Sedangkan untuk kapal ini kan tak skala industri. Paling tidak harganya tak mencapai Rp 16.000 per liter,” tukasnya.

Baca Juga :  Bapak-Anak Penimbun Solar di Rembang Diciduk Polisi, Begini Modusnya

Sementara itu, salah satu nelayan di Pati Mukit menuturkan, tingginya harga solar ini berpengaruh pada operasional kapal. Belum lagi ditambah dengan kelangkaan solar. ”Harga solar tinggi membuat para nelayan terpaksa berangkat melaut meski untungnya tak sebanding. Saya mewakili nelayan, menolak kalau harga BBM ini tinggi. Karena akan memberatkan para nelayan tangkap,” terang Ketua Barisan Muda Nelayan Juwana Mukit.

Tinggi harga solar ini mengakibatkan biaya pengeluaran kapal tinggi. Apalagi pendapatan ikan pada kapal tangkap tak sesuai. Maka itu memberatkan para nelayan tangkap.

”Biaya pengeluaran dan hasil itu lebih besar daripada biaya pengeluaran. Kalau tak memberangkatkan kapal kami mau kerja apalagi. Untuk perbekalan kapal saja bisa mencapai Rp 3 M. Sebelum harga BBM tinggi hanya mencapai Rp 2M-Rp 2,5 M.  Selisihnya besar sekali,” imbuhnya. (adr/him/adv)






Reporter: Andre Faidhil Falah

Most Read

Artikel Terbaru