24.3 C
Kudus
Monday, March 20, 2023

Pemerintah Gunakan Vaksin Tidak Halal untuk Booster, YKMI: Melenggar UU

JAKARTA – Tidak adanya vaksin halal untuk vaksinasi lanjutan (booster) menjadi fokus Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI). Lembaga tersebut pun secara resmi bersurat ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Amir Hasan selaku kuasa hukum YKMI mengatakan, pihaknya menyampaikan keberatan secara resmi terhadap surat edaran Surat Edaran Dirjen P2P Nomor: HK.02.02./II/252/2022 tentang Vaksinasi Covid-19 Dosis Lanjutan (Booster).

“Surat edaran Dirjen itu telah melanggar ketentuan UU tentang Jaminan Produk Halal,” kata Amir Hasan di Jakarta, Rabu (27/1).


Amir Hasan mengklaim surat keberatan yang diajukan ke Kemenkes telah sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Undang-undang itu memberikan kewenangan kepada masyarakat yang dirugikan kepada peraturan yang diterbitkan pejabat pemerintahan, untuk mengajukan keberatan resmi,” tegasnya.

Lebih jauh Amir menerangkan isi surat keberatan dari YKMI. Dalam surat itu YKMI menyatakan Surat Edaran Ditjen P2P melanggar ketentuan UU tentang jaminan produk halal. “Vaksin booster yang diberikan dalam Surat Edaran itu tidak ada satu pun yang memiliki sertifikat halal,” papar Amir Hasan.

Baca Juga :  Disiapkan Tiga Lokasi, Warga di Sekitar Gunung Semeru Segera Direlokasi

Padahal, UU jaminan produk halal mewajibkan semua produk yang beredar di Indonesia harus memiliki sertifikat halal. “Vaksin merupakan barang yang juga harus memiliki sertifikat halal,” tukasnya.

Sementara di dalam Surat Edaran Dirjen P2P, Vaksin booster yang diberikan hanya ada tiga, yakni moderna, Pfizer, dan astrazeneca. Ketiga jenis vaksin itu belum mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Ketiganya itu tidak memiliki sertifikat halal. Bahkan fatwa MUI ada yang menegaskan vaksin itu mengandung unsur dari tripsin babi alias haram,” paparnya.

Maka dari itu, imbuh Amir, YKMI mengambil sikap tegas dengan mengajukan surat keberatan administrasi atas surat edaran tersebut. “Karena surat edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian penyakit Kemenkes itu telah merugikan hak-hak hukum kaum muslimin Indonesia,” tambah Ahsani Taqwim Siregar yang juga kuasa hukum YKMI.


JAKARTA – Tidak adanya vaksin halal untuk vaksinasi lanjutan (booster) menjadi fokus Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI). Lembaga tersebut pun secara resmi bersurat ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Amir Hasan selaku kuasa hukum YKMI mengatakan, pihaknya menyampaikan keberatan secara resmi terhadap surat edaran Surat Edaran Dirjen P2P Nomor: HK.02.02./II/252/2022 tentang Vaksinasi Covid-19 Dosis Lanjutan (Booster).

“Surat edaran Dirjen itu telah melanggar ketentuan UU tentang Jaminan Produk Halal,” kata Amir Hasan di Jakarta, Rabu (27/1).

Amir Hasan mengklaim surat keberatan yang diajukan ke Kemenkes telah sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Undang-undang itu memberikan kewenangan kepada masyarakat yang dirugikan kepada peraturan yang diterbitkan pejabat pemerintahan, untuk mengajukan keberatan resmi,” tegasnya.

Lebih jauh Amir menerangkan isi surat keberatan dari YKMI. Dalam surat itu YKMI menyatakan Surat Edaran Ditjen P2P melanggar ketentuan UU tentang jaminan produk halal. “Vaksin booster yang diberikan dalam Surat Edaran itu tidak ada satu pun yang memiliki sertifikat halal,” papar Amir Hasan.

Baca Juga :  Akibat Tanggul Jebol, Perumahan Dinar Indah Ditembalang Banjir Bandang

Padahal, UU jaminan produk halal mewajibkan semua produk yang beredar di Indonesia harus memiliki sertifikat halal. “Vaksin merupakan barang yang juga harus memiliki sertifikat halal,” tukasnya.

Sementara di dalam Surat Edaran Dirjen P2P, Vaksin booster yang diberikan hanya ada tiga, yakni moderna, Pfizer, dan astrazeneca. Ketiga jenis vaksin itu belum mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Ketiganya itu tidak memiliki sertifikat halal. Bahkan fatwa MUI ada yang menegaskan vaksin itu mengandung unsur dari tripsin babi alias haram,” paparnya.

Maka dari itu, imbuh Amir, YKMI mengambil sikap tegas dengan mengajukan surat keberatan administrasi atas surat edaran tersebut. “Karena surat edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian penyakit Kemenkes itu telah merugikan hak-hak hukum kaum muslimin Indonesia,” tambah Ahsani Taqwim Siregar yang juga kuasa hukum YKMI.


Most Read

Artikel Terbaru