KUDUS – Nasib e-Warong sampai saat ini masih belum jelas. Dibubarkan tidak, melayani keluarga penerima manfaat (KPM) juga tidak.
Tercatat, sejak tiga bulan lalu, bantuan pangan nontunai (BPNT) disalurkan langsung lewat kantor pos.
Kepala Dinas Sosial P3AP2KB Kudus Mundir mengatakan April ini belum ada pemberitahuan lebih lanjut. Jadi sementara ini e-Warong tidak melayani kebutuhan KPM.
“Di Kudus, tercatat ada 147 e-Warong. Kami tidak ada wewenang untuk membubarkan. Karena, ini program Kemensos langsung bersama dengan bank yang ditunjuk,” katanya.
Dia mengatakan, pemilik e-Warong sudah memiliki toko atau warung. Kalau sekarang tidak melayani KPM mereka masih bisa berjualan biasa. “Hanya tidak ada suplier lagi yang masuk,” terangnya.
Dia mengaku, ada satu e-Warong, wilayah Kecamatan Kota yang dioret. Penyebabnya melanggar aturan produk kemasan, yakni sabun cair pencuci piring. Padahal, dalam ketentuannya barang yang diberikan pada KPM berupa sembako, sayuran segar, buah-buahan segar, hingga ayam mentah.
”Sama-sama berbahan ayam, misalnya KPM diberi kemasan berupa nagget, sosis atau lainnya tetap tidak diperbolehkan. Termasuk melanggar ketentuan e-Warong,” jelasnya.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Harso Susilo memaparkan ada 6.000 e-Warong di berbagai kabupaten/kota yang sebelumnya melayani pembelian kebutuhan pokok dari KPM bantuan pangan nontunai dari pemerintah ditegur karena melanggar aturan penyaluran.
”Bentuk pelanggarannya bermacam-macam. Karena setiap e-Warong memiliki data KPM yang membelanjakan dana bantuan dari pemerintah, diduga mereka melanggar prosedur e-Warong,” kata Harso Susilo
Dia menjelaskan e-Warong yang ditegur masih diberi kesempatan memperbaiki. Namun, ada pula yang terpaksa dicoret hingga mesin electronic data capture (EDC) untuk melayani transaksi pembelian sembako ditarik sebagai bentuk sanksi terberat.
Dijabarkan, jumlah e-Warong yang diputus kerja sama mencapai 100 lebih dari 9.000 e-warong di Jawa Tengah yang tersebar di 35 kabupaten/kota.
Pelanggarannya macam-macam. Ada yang merebut KPM dari E-Warong lain, sehingga yang semula mendapatkan 250-an KPM meningkat menjadi 500-an KPM, serta ada pula yang menjual kebutuhan pokoknya dalam bentuk paket sehingga KPM tidak memiliki pilihan.
“Pelanggaran lainnya, ada yang menjual harga kebutuhan pokok yang dibutuhkan lebih mahal dari harga jual di pasaran karena menginginkan keuntungan yang lebih,” ujarnya.
Adanya kebijakan baru yang menonaktifkan keberadaan e-Warong, kata Susilo, ada dampak positifnya. Karena KPM bebas membelanjakan kebutuhan pokok di toko sembako manapun, termasuk yang sebelumnya menjadi e-Warong.
”Meski tidak dipungkiri, ditemukan KPM dari program BPNT yang memanfaatkan sebagian dana bantuan dari pemerintah tersebut untuk kebutuhan di luar belanja kebutuhan pokok, seperti untuk membayar utang,” ungkapnya. (san/mal)