JEPARA – Desa Semat, Tahunan kembali dihantui abrasi. Air laut semakin merangsek ke wilayah daratan. Bronjong penahan gelombang, jebol dihantam ombak. Garis pantai semakin mendekat ke daratan sekitar satu meter dari tahun lalu.
Bronjong penahan gelombang dibuat untuk menahan air laut masuk ke darat. Namun saat gelombang tinggi dibarengi hujan lebat, air laut menghantam bronjong. Sebab ombak meninggi, bronjong jebol. Sementara pembuatan bronjong dihentikan menunggu cuaca membaik.
Ali Suwarno, Petinggi Desa Semat menjelaskan pihaknya baru saja memasang bronjong belum lama ini. Saat sedang dikerjakan, ombak sedang tinggi-tingginya. Bronjong menjadi rusak. Bronjong kali ini tidak mengatasi abrasi secara menyeluruh. Sifatnya sebagai penguat. Juga penahan agar air tidak masuk.
“Bronjong dibuat melalui bantuan desa dan swadaya warga. Utamanya pemilik warung sekitar pantai Semat. Bronjong sempat dibangun namun hancur karena ombak. Sehingga, untuk saat ini sementara dihentikan,” katanya.
Terdapat titik yang menjadi langganan abrasi. Ada di area Kalibuntung, arah Makam Mbah Sirah, dan Pantai Semat di sepanjang kios wisata.
Sebelumnya, abrasi pernah sampai ke pemukiman warga. Sekitar 40 rumah ikut terdampak. Ia bercerita, paling parah dulu abrasi sempat memutus jalan. Puluhan tahun silam.
Selain bronjong, pihaknya sempat melakukan penghijauan di darat dan laut. Di darat, pernah ada penanaman pohon cemara dan pohon pelindung lain. Di laut, pohon bakau pernah dicoba ditanam namun rusak. Diterjang ombak.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Pemeliharaan Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jepara Nuraini mengaku untuk abrasi di Semat pihaknya kewalahan. Berulangkali telah ditanam pohon bakau. Namun beberapa tidak berhasil karena ombak. Juga kondisi pantai yang tidak mendukung. Sementara pihaknya memantau bila nanti warga setempat mulai terkena dampaknya.
Afifah, pedagang di Pantai Semat mengaku ikut swadaya membuat bronjong. Per hari, ia membayar tukang Rp 200 ribu. Belum termasuk pasir dan batunya. Pemasangan itu membutuhkan waktu sekitar dua pekan. “Bikin bronjong mahal, tetangga itu pernah habis Rp 5 juta,” katanya sambil menunjuk warung di sebelahnya.
Ia berharap akan ada bantuan datang dari pemerintah. Sementara ini ia membutuhkan bantuan batu untuk menahan air. Sehingga keberlangsungan wisata di pantai itu dapat dikembangkan. “Pernah di akhir pekan, sekitar dua ribu pengunjung bisa datang. Kalau hari biasa ya 200, 300 Alhamdulillah,” jelasnya. (nib/war)