MAGELANG – Wanita berinisial S, 33 warga Magersari, Magelang Selatan harus menanggung perbuatannya yang melanggar hukum. Setelah tiga tahun menjadi pengedar bahan peledak berupa petasan, dia ditangkap polisi dan harus masuk jeruji besi. Namun, tersangka lain berinisial GDW, 41 warga Potrobangsan yang berstatus teman dekat S, kini masuk dalam pencarian orang (DPO).
Saat dilakukan penggeledahan kemarin (30/3) pukul 00.30 di rumah GDW, polisi menemukan total 90 kilogram (kg) bahan baku petasan berupa potasium, belerang, dan brom, ratusan bahan petasan yang sudah jadi, hingga petasan siap ledak.
Kapolres Magelang Kota AKBP Yolanda Evalyn Sebayang mengatakan, polisi bergerak ke lokasi usai mendapat informasi dari masyarakat yang resah dengan aktivitas kedua tersangka. Saat dilakukan penggeledahan, tim resmob hanya mendapati S yang mengaku sebagai teman dekat GDW.
Sementara keberadaan GDW tidak diketahui oleh S. Lantas, polisi menanyakan soal bahan peledak yang telah diracik GDW. Barulah ditunjukkan keberadaan bahan petasan siap ledak hingga bahan baku petasan. “Jadi, S ini keterlibatannya membantu GDW membuat, menyimpan, dan menguasai bahan peledak,” ujar Yolanda saat konferensi pers, kemarin (30/3).
Adapun barang bukti yang disita dari rumah GDW antara lain 650 lembar sumbu petasan, 65 petasan dari kertas yang sudah diisi bahan peladak dengan diameter 23 cm, 53 petasan diameter 21,5 cm, dan 281 petasan diameter 8 cm. Dengan total keseluruhan ada 399 petasan siap ledak.
Kemudian, ada 62 petasan yang belum diisi bahan peladak atau selongsong, bahan peledak yang sudah jadi seberat 17 kg, serta 63 kg bahan peledak belum jadi. Bahan peledak tersebut terdiri dari potasium dan belerang. “Sebenarnya, tetangga GDW ini sudah resah. Tapi, selama ini takut karena kepribadian tersangka yang kurang baik,” terang Kasat Reskrim Polres Magelang Kota AKP Dwiyatno.
Dia mengatakan, GDW dan S telah meracik serta menjual-belikan petasan sejak tiga tahun yang lalu, khususnya saat Ramadan. Bahkan, dua bulan sebelum Ramadan, keduanya sudah mulai meracik petasan tersebut. Berdasarkan pengakuan S, dia tidak tahu persis modal dan pendapatan yang didapat saat berjualan petasan.
Hal itu disebabkan oleh S yang selalu memberikan hasil penjualan petasan kepada GDW. S berperan ikut menjualkan petasan kepada orang-orang. Dari pengakuannya, dijual oleh orang sekitar. “Pokoknya orang datang sendiri ke rumah GDW dan S tidak berkeliling,” paparnya.
Lantaran S sendiri tidak berani menjual petasan di pinggir jalan. Sehingga orang yang butuh petasan, akan datang dengan sendirinya ke rumah GDW. Mengingat banyak juga yang sudah menjadi pelanggan tetapnya.
Saat dimintai keterangan, S bersama kekasihnya, GDW sudah berjualan petasan selama tiga tahun. Tahun lalu, ia berhasil menjual sebanyak 1.000 buah petasan dengan berbagai ukuran. Namun, dia tidak mengetahui betul asal muasal bahan peledak itu didapatkan.
Kendati berperan sebagai penjual, dia mengaku tidak mengetahui keuntungan yang didapatkan dan tidak mendapat bagian dari penjualan itu. Hanya saja, dia mendapat jatah uang setiap bulan dari GDW. “Kalau dijual, yang paling kecil (diameter 8 cm) Rp 2 ribu, yang berukuran sedang (diameter 21,5 cm) Rp 5 ribu, dan yang besar (diameter 23 cm) Rp 10 ribu per buah,” jelasnya.
Sementara petasan yang berhasil disita itu, kata dia, sudah mulai diracik sejak dua bulan sebelum Ramadan. Biasanya, mereka menyimpan bahan baku petasan dan petasan siap ledak itu di dapur dan di kamar. “Sebenarnya takut (menjual), apalagi ada kasus ledakan. Karena memang itu kerjaan pacar saya dan saya pasti bantu,” imbuhnya.
Polisi mendapatkan barang bukti tersebut di kandang ayam yang berukuran besar dan ditutup, kemudian diletakkan ayam di atasnya. Sebagian lagi didapatkan di kamar tidur.
Atas perbuatannya, S disangkakan Pasal 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun. Untuk tersangka utama GDW, polisi masih terus menelusuri keberadaannya karena menjadi dalang dari kasus tersebut. (radarjogja.jawapos.com)