GROBOGAN – Menjadi penulis buku sekaligus ibu rumah tangga (IRT) membuat Lia Herliana terus mencari tantangan. Kali ini Lia -sapaan akrabnya- beruntung. Lantaran ia berkesempatan menulis buku nonteks Pusat Perbukuan (Pusbuk).
Kesempatan ini, berawal dari keikusertaannya di lokakarya daring yang diadakan Pusbuk Kemendikbud berkolaborasi dengan Inovasi pada tahun lalu.
Dalam lokakarya itu, perempuan kelahiran 7 April 1977 ini, bertemu dengan tokoh inspirasi. Mulai dari Jackie French, penulis buku anak dari Australia. Kemudian Dian Kristiani serta Eva Nukman.
”Nah, uniknya sebetulnya saya ikutan lokakarya ini nggak sengaja. Bahkan, lupa dapat infonya dari mana,” ungkapnya.
Selama lokakarya peserta mendapatkan tugas. Kemudian diseleksi untuk diterbitkan. ”Saya sempat merasa nggak punya ide bagus untuk disetor on the spot. Tapi saya berusaha memeras otak. Sayang kan kesempatan bagus ini. Akhirnya saya ngebut. Jadilah satu draf ide,” ungkapnya.
Satu per satu berita dia lolos seleksi. Lia kemudian diminta menulis contoh desain karakter, premis, dan sinopsis berdasarkan tema serta jenjang buku yang sudah ditentukan.
”Saya dapat tugas merancang draf untuk jenjang A (untuk usia 0-7 tahun). Jenjang A ini jenjang paling bawah. Pembaca dini. Tapi konon paling susah ditulis. Namun, sudah lama saya punya impian bisa menulis untuk proyek Kemendikbudristek ini. Jadi tetap semangat saya,” kesannya. (int/lin)
Reporter: Intan Maylani Sabrina
GROBOGAN – Menjadi penulis buku sekaligus ibu rumah tangga (IRT) membuat Lia Herliana terus mencari tantangan. Kali ini Lia -sapaan akrabnya- beruntung. Lantaran ia berkesempatan menulis buku nonteks Pusat Perbukuan (Pusbuk).
Kesempatan ini, berawal dari keikusertaannya di lokakarya daring yang diadakan Pusbuk Kemendikbud berkolaborasi dengan Inovasi pada tahun lalu.
Dalam lokakarya itu, perempuan kelahiran 7 April 1977 ini, bertemu dengan tokoh inspirasi. Mulai dari Jackie French, penulis buku anak dari Australia. Kemudian Dian Kristiani serta Eva Nukman.
”Nah, uniknya sebetulnya saya ikutan lokakarya ini nggak sengaja. Bahkan, lupa dapat infonya dari mana,” ungkapnya.
Selama lokakarya peserta mendapatkan tugas. Kemudian diseleksi untuk diterbitkan. ”Saya sempat merasa nggak punya ide bagus untuk disetor on the spot. Tapi saya berusaha memeras otak. Sayang kan kesempatan bagus ini. Akhirnya saya ngebut. Jadilah satu draf ide,” ungkapnya.
Satu per satu berita dia lolos seleksi. Lia kemudian diminta menulis contoh desain karakter, premis, dan sinopsis berdasarkan tema serta jenjang buku yang sudah ditentukan.
”Saya dapat tugas merancang draf untuk jenjang A (untuk usia 0-7 tahun). Jenjang A ini jenjang paling bawah. Pembaca dini. Tapi konon paling susah ditulis. Namun, sudah lama saya punya impian bisa menulis untuk proyek Kemendikbudristek ini. Jadi tetap semangat saya,” kesannya. (int/lin)
Reporter: Intan Maylani Sabrina