GROBOGAN – Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Grobogan mencatat per tahun ada 29 kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak. Paling banyak kasus kekerasan seksual.
Kepala DP3AKB Grobogan Indartiningsih melalui Kabid Perlindungan Anak dan Perempuan Agus Budi Sarjono mengatakan, kasus kekerasan ini tercatat setelah diketahui orangtua. Setelah itu orangtua baru melapor ke kepolisian. “Itu yang ketahuan. Nah, menurut kami, masih banyak terjadi namun korban tidak berani melaporkan. Mungkin banyak kasus yang lebih besar tetapi tertutup,” ungkapnya.
Dari 29 kasus tersebut, rinciannya dengan kekerasan fisik, seperti KDRT, seksual hingga penelantaran. “Paling banyak memang kekerasan seksual dengan 10 kasus pada perempuan. Rata-rata pelaku berada di lingkungan sekitar seperti ayah kandung, tiri, simbah, sanak saudara hingga tetangga,” ungkapnya.
Adanya kasus kekerasan tersebut menjadi fenomena gunung es. Baginya fenomena tersebut pada kasus kekerasan seksual terhadap anak ini akan terus terjadi apabila keluarga dan lingkungan sosial menutupi peristiwa tersebut.
Pihaknya mengimbau kepada seluruh pihak untuk bersama-sama mencegah agar anak-anak tidak lagi menjadi korban kejahatan seksual. Petugas DP3AKB juga terus mendampingi korban. Sedangkan pelaku ditindak hukum.
“Rehabilitasi fisik dan psikis pasti. Tapi rata-rata memang depresi ringan seperti mengalami traumatik, rasa kecewa, merasa diri tidak berguna. Kalau depresi berat akan kami bawa ke psikiater,” tegasnya. (mal)
Reporter: Intan Maylani Sabrina
GROBOGAN – Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Grobogan mencatat per tahun ada 29 kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak. Paling banyak kasus kekerasan seksual.
Kepala DP3AKB Grobogan Indartiningsih melalui Kabid Perlindungan Anak dan Perempuan Agus Budi Sarjono mengatakan, kasus kekerasan ini tercatat setelah diketahui orangtua. Setelah itu orangtua baru melapor ke kepolisian. “Itu yang ketahuan. Nah, menurut kami, masih banyak terjadi namun korban tidak berani melaporkan. Mungkin banyak kasus yang lebih besar tetapi tertutup,” ungkapnya.
Dari 29 kasus tersebut, rinciannya dengan kekerasan fisik, seperti KDRT, seksual hingga penelantaran. “Paling banyak memang kekerasan seksual dengan 10 kasus pada perempuan. Rata-rata pelaku berada di lingkungan sekitar seperti ayah kandung, tiri, simbah, sanak saudara hingga tetangga,” ungkapnya.
Adanya kasus kekerasan tersebut menjadi fenomena gunung es. Baginya fenomena tersebut pada kasus kekerasan seksual terhadap anak ini akan terus terjadi apabila keluarga dan lingkungan sosial menutupi peristiwa tersebut.
Pihaknya mengimbau kepada seluruh pihak untuk bersama-sama mencegah agar anak-anak tidak lagi menjadi korban kejahatan seksual. Petugas DP3AKB juga terus mendampingi korban. Sedangkan pelaku ditindak hukum.
“Rehabilitasi fisik dan psikis pasti. Tapi rata-rata memang depresi ringan seperti mengalami traumatik, rasa kecewa, merasa diri tidak berguna. Kalau depresi berat akan kami bawa ke psikiater,” tegasnya. (mal)
Reporter: Intan Maylani Sabrina