GROBOGAN – Penuntasan kasus pasung orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Grobogan masih menjadi pekerjaan rumah (PR). Hingga kini masih ada 17 kasus pasung.
Kasi Penyakit Tidak Menular (PTM) Dinkes Grobogan Subandi mengatakan, sebelumnya ada 18 kasus ODGJ pasung. Satu ODGJ meninggal dunia beberapa waktu lalu.
Menurut Subandi, sulitnya dalam menuntaskan permasalahan tersebut terbentur pihak keluarga korban. Meski sudah melakukan mediasi, pihak keluarga rata-rata masih enggan melepas.
”Mereka rata-rata dikerangkeng/kandang. Sedangkan yang dirantai maupun dikayu sudah minim ditemukan. Meski begitu, pengkerangkengan tetap tidak dibenarkan. Karena tidak manusiawi,” tegasnya.
Menurutnya, masalah pemasungan ini sangat serius. Karena ODGJ mengalami dua kecacatan sekaligus yakni raga dan jiwa.”Seharusnya tidak perlu dikrangkeng. Itu membuat tubuhnya mengalami kecacatan. Apalagi yang sudah bertahun-tahun dipasung. Mereka juga mendapat diskriminasi karena tidak mendapatkan kebebasan dan hidup layak,” keluhnya.
Petugas di lapangan kerap mengalami kendala, lantaran pihak keluarga melarang petugas membawanya dengan berbagai alasan. ”Ada yang memperbolehkan kami bawa, tapi pihak keluarga mau menerima lagi di saat korban sudah sembuh. Harusnya keluarga melakukan pendampingan pengobatan, bukan mempasrahkan begitu saja,” keluhnya.
Menurutnya, ODGJ harus diperlakukan seperti martabatnya. Sehingga tidak manusiawi jika dibiarkan begitu saja terikat dan tidak bisa kemana-mana. Korban pasung rata-rata keluarga yang memiliki ekonomi rendah. Mereka tak punya banyak waktu untuk memeriksakan ke rumah sakit jiwa (RSJ), hingga malu mengenalkan keluarga yang ODGJ tersebut ke masyarakat. Bahkan banyak yang sudah tak memiliki keluarga, sehingga tetangga membuatkan satu ruangan mirip kandang dan dipasung. (int)