Pengentasan kemiskinan di Blora butuh ”kroyokan”. Bupati Arief Rohman dan Wakil Bupati Tri Yuli Setyowati menerapkan itu. Awal rapat penerapan satu desa satu OPD beberapa instansi keberatan. Tapi esok harinya OPD itu bilang sanggup.
VACHRI RINALDY L, Radar Kudus
WAKIL Bupati Blora Tri Yuli Setyowati telihat serius melihat videotron yang ada di depannya Selasa (16/3). Jaraknya sekitar enam meter. Di layar videotron itu terpampang rincian potensi, program, intervensi, dan target.
Di tengah keduanya ada pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) di sebelah kanan dan di kiri ada dari perwakilan kampus dari seluruh Blora. Rapat itu dilakukan di ruang rapat wakil bupati Blora. Lokasinya lantai II Setda Blora.
Pertemuan itu sedang membahas tentang program pengentasan kemiskinan. Setelah diacak, November tahun kemarin terhitung ada 48 desa yang masuk pendampingan dari total 295 desa.
Beginilah cara Etik-panggilan akrab Tri Yuli Setyowati- mengerjakan pekerjaan rumahnya. Dalam menangani kemiskinan di Blora, menurutnya memang perlu pendampingan intens. Sehingga ia berharap para OPD bisa bekerja sama mendampingi. Masing-masing desa satu sampai dua OPD.
”Total OPD yang kami libatkan 44 OPD. Kalau ada 48 desa, ada OPD yang pegang dua. Alhamdulilah data DTKS yang tetap tinggi tersisa hanya lima desa. Ini luar biasa hanya dua bulan bisa diselesaikan baik,” jelasnya.
Program itu dilaksanakan sekitar Oktober dan November sudah beres. ”Seharusnya penyampaian hasil Desember. Kami undur sampai bulan ini. Karena beberapa hal,” tegasnya.
Karena kesuksesan itu, program pendampingan itu akan dilanjutkan. Dengan pendampingan dari 44 OPD dan dari perguruan tinggi di Blora.
”Saya sampaikan akan ada pendampingan lagi. Dan dari kampus dan OPD siap untuk selesaikan hanya satu bulan. Ini bagus. Luar biasa,” terangnya.
Dari 295 sudah terkurangi 43, maka ada 253 desa. Kemudian bulan depan dilanjut pendampingan 44 desa lagi. Dan seterusnya.
”Desa yang sudah sukses hasil pendampingan akan tetap kami dampingi. Pendampingan berikutnya, kami melibatkan forum anak, generasi berencana (Genre), dan komunitas lain. Jadi memang betul-betul “tawuran” entaskan permasalahan di desa,” tandasnya.
Tadi ada usulan dari Kepala Bappeda Mahbub Junaidi, jika hasil musrenbangcam ada usulan-usulan keterlibatan generasi-generasi muda. ”Ini kami sambut baik,” jelasnya.
Program pendampingan, di antaranya meliputi pemetaan potensi pertanian, home industry, pasar desa, perikanan, wisata, jas. Juga pelatihan branding, packing, marketing, dan manajerial.
Etik bercerita pendampingan dari OPD awal-awal tak mudah. Beberapa OPD belum siap. ”Mungkin mereka (OPD, Red) kaget. Alhamdulilah ternyata bisa menyesuaikan,” katanya.
Ia kemudian bercerita pernah di sela-sela rapat ada salah satu pegawai mengeluh. Keberatan dengan tugas yang diberikan. Etik menjawab curhatan itu dengan sikap tegas. ”Kalau gak sanggup, mundur. Masih ada yang lainnya,” tegasnya.
Ternyata orang yang bersangkutan itu akhirnya paham. Setelah ditegur, esok harinya kembali menemui bupati. ”Mungkin mikir. Bengine gak iso turu. Esoknya mengahadap ke saya (bilang) :Ibuk saya sanggup.” Ingatnya.
”Durung mergawe kok gak sanggup, jajalen sek,” imbuhnya.
Ya, hingga saat ini Pemkab Blora memang menerapkan program itu untuk menangani kemiskinan. Satu OPD mendampingi satu desa. Ini memang program Bupati Arief dan Wakil Bupati Etik.
Keduanya berupaya mengintervensi wilayah tersebut untuk bisa mengentaskan kemiskinan. Untuk itulah program ini dimasukkan dalam visi misi.
Langkah awal dalam pelaksanaan program ini yakni dengan mendampingi pemetaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). OPD diminta mendampingi dalam Musyawarah Desa (Musdes). Melalui cara itu, dinilai signifikan.
”Dari DTKS menggali potensi desa, mengintervensi program. Seperti ada UMKM yang ingin naik kelas. Di samping temuan lapangan nanti kami masukkan ke Musrenbang,” ujarnya.
Pengentasan kemiskinan sendiri juga memberikan dampak berbagai output problem lainnya. Seperti penanganan stunting. Bahkan, untuk menerapkan program ini, ia sampai belajar ke Grobogan. Mengkaji program-program di sana. Yang bisa menurunkan stunting sampai 20 persen dalam kurun tiga tahun.
- Hasilnya, kata Yuli, memang perlu dilakukan ”pengeroyokan”. Artinya antar OPD harus bersinergi untuk menangani satu masalah.
”Harus dipetakan. Termasuk tambahan makanan apa yang pas. Tanggal 1 Maret ada rencana aksi nasional BKKBN Pusat. Kami target di 2024 angka stunting bisa turun 15 persen,” ujarnya.
Saat ini Angka stunting di Blora berada pada 21,5 persen. Untuk sementara, penurunan stunting sudah turun sekitar enam persen dari tahun lalu. Ke depan, ia akan berkoordinasi dengan OPD terkait dan tim Penggerak PKK. Untuk membicarakan tentang program makanan pembantu untuk stunting. Yuli menegaskan, untuk menurunkan angka kemiskinan merupakan tugas bersama. (*/zen)