Sekolah tak melulu di bangku di dalam ruangan. Bagi anak-anak belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar, justru menjadi lebih menyenangkan. Seperti konsep sekolah alam.
INDAH SUSANTI, Radar Kudus
ANAK-anak terlihat berlarian bebas di tanah berumput hijau. Meski terik matahari terasa menyengat. Tidak membuat anak-anak berhenti bermain. Setelah ada komando dari seorang laki-laki berbaju batik yang berada di salah satu saung, anak-anak itu langsung berlarian kearah laki-laki tersebut.
Sosok tersebut guru. Dia memberikan kode kepada anak didiknya untuk kembali ke kelas mengikuti jam pelajaran berikutnya. Sebab, waktu istirahat sudah selesai. Anak-anak pun dengan cekatan duduk di meja masing-masing dan siap menerima pelajaran dari bapak dan ibu guru.
Anak-anak tampak antusias mendengarkan dan kritis mengemukakan pendapatnya, ketika dilontarkan berbagai pertanyaan. Kelas pun hidup dengan interaksi anak dan guru.
Keberadaan tanah lapang yang dipenuhi rumput dan dikelilingi sawah dengan tanaman tebu di Desa Ngembal Rejo, Bae, Kudus, itu menjadi sekolah alam. Sudah tiga tahun lalu dirintis oleh Disria Ariyanti. Sekolah yang menyatu dengan alam inilah, bagian dari konsep pembelajaran menyenangkan.
Disria terinspirasi dari pendidikan yang ada di luar negeri. Selama lima tahun dia tinggal di Amerika Serikat. Dia pun mengamati sistem sekolah di Negeri Paman Sam itu. Ia kemudian berusaha menerapkan di Kudus, kampung halamannya.
Ia mengatakan, pendidikan merupakan bagian dari pembentukan peradaban. Itu motivasi utama Sekolah Alam Nara Mulia yang didirikannya. Untuk menuju pendidikan yang lebih baik, targetnya membentuk karakter anak.
”Kami ingin anak punya akhlak yang menawan, kritis, berjiwa kepemimpinan dan kewirausahaan, serta memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Inilah yang dibentuk sebagai pendidikan dasar. Sekarang ini orang pintar akan kalah dengan orang yang mahir berkomunikasi. Maka, kemampuan komunikasi inilah yang akan dilejitkan,” jelasnya.
Komunikasi tidak hanya mahir berbicara, tapi juga harus terampil mendengar. Ini semua tercapai bila ragam kecerdasan anak diasah. Cerdas pemikiran, cerdas emosional, dan cerdas spiritual jelasnya.
Peserta didik di sekolah alam miliknya kini memang belum banyak. Selain itu, saat ini baru proses perizinan menuju sekolah formal. Ia bersyukur, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus melalu Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) sangat mendukung.

Menurutnya, pendidikan tidak melulu tentang pencapaian nilai akademik, tanpa memahami potensi anak. Tidak akan ada lagi pendidikan yang mubazir, seperti misalnya semua diajarkan, seperti sedang memasukkan data ke memori computer, tapi tidak pernah digunakan.
”Kami mewujudkan pendidikan tersebut dengan berpegang pada 3T (tafakur, tadabur dan tasyakur,” jelasnya.
Dia menjelaskan, tafakur berarti kegiatan berpikir atau merenungkan segala keadaan yang terjadi di alam semesta. Tadabur merupakan proses memperoleh gambaran akibat-akibat segala kejadian. Sedangkan tasyakur artinya bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT.
Dengan memahami semua itu, anak akan menjadi pribadi yang tidak hanya kritis dan mandiri, tapi juga akan bertaqwa. Tidak hanya mahir terhadap dogma-dogma agama.
Sementara itu, pemakaian materi pembelajaran tetap perpedoman sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Menggunakan kurikulum K-13 dan saat ini menuju Kurikulum Merdeka yang dipadukan dengan kurikulum khas Nara Mulia. ”Dengan begitu, sesuai fitrahnya, siswa akan bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain,” ujarnya.
Siswa dibebaskan untuk menuangkan ide sesuai dengan potensinya. Kalau penilaian akhir materi ujian tidak hanya mengerjakan soal, tapi lebih ditekankan anak-anak membuat proyek, kemudian dipresentasikan di depan siswa lain. ”Kalau pun ada tes tertulis, soalnya dalam bentuk esai yang jawabannya menganalisis. Jadi, jawaban siswa dengan siswa lain berbeda, meski soalnya sama,” terangnya.
Dia menjelaskan, jadwal sekolah alam ini, masuk pukul 07.30 dan pulang pukul 11.30. Sebelum dimulai jam pelajaran, peserta didik mengaji dan mengkaji bersama. Mengaji dengan metoda Qiroati, agar benar kaidah dalam membaca Alquran. Dilanjutkan dengan mengkaji, agar paham makna Alquran, sebagai pegangan dalam praktik di kehidupan. ”Dengan belajar langsung praktik, ingatan anak-anak akan tertanam lebih lama,” jelas Disria.
Terpisah, Kepala Disdikpora Kudus Harjuna Widada melalui Kasi Kurikulum Pendidikan Dasar (Dikdas) Afri Shofianingrum mengatakan, meningkatkan mutu pendidikan tidak harus dari pemerintah. Tapi, masyarakat juga bisa ikut terlibat. Seperti sekolah alam. Konsepnya bagus dan bisa diterapkan.
Pihaknya mendukung, karena tujuannya sama-sama mencerdaskan generasi penerus bangsa dan meningkatkan mutu pendidikan di Kudus. Konsep pembelajarannya juga menggunakan Kurikulum Merdeka. ”Siswa diberikan kebebasan bereksperimen dan diajarkan public speaking. Kami mendukung keberadaan sekolah alam ini, karena di Kudus belum ada sebelumnya. Biasanya di kota-kota besar saja,” jelasnya.
Afri menambahkan, sekolah alam saat ini memang baru mengurus perizinan. Saat ini peserta didiknya baru sebatas dari komunitas dan teman owner Sekolah Alam Nara Mulia. ”Konsep yang dipaparkan (Sekolah Alam Nara Mulia) sangat relevan dan tidak melenceng dari koridor yang ditetapkan pemerintah,” imbuhnya.
Raisa Hanina, salah satu peserta didik kelas I di Sekolah Alam Nara Mulia mengaku gembira masuk sekolah alam. Sebab, ia bisa bermain di sawah yang banyak airnya. ”Saya bisa lihat belalang yang lagi makan daun. Kalau jam istirahat saya bisa bermain guling-guling di rerumputan. Pokoknya seru,” ucapnya.
Raisa mengaku suka membaca buku. Di kelas setelah ia selesai mengerjakan tugas, menyempatkan membaca buku kisah Nabi Muhammad. Guru juga memberi waktu kepadanya sambil menunggu teman-temannya selesai mengerjakan tugas.
Dia juga senang saat diajak menanam terong, cabai, dan mencari ciplukan di sekitar sekolahnya. ”Buahnya (cipkukan, Red) kecil-kecil. Kalau yang warnanya merah rasanya manis,” katanya.
Ia menceritakan, sebelum pelajaran dimulai, ada mengaji bersama. Setelah itu masuk kelas, baru ada pelajaran sesuai yang sudah dijadwalkan. ”Saya paling suka pelajaran ilmu pengetahuan alam. Bisa tahu embun dan mengenal jenis-jenis tanaman,” imbuhnya.

Disdikpora Dukung Konsep Yang Diterapkan
Kesuksesan mutu pendidikan tidak hanya dari pemerintah. Namun, masyarakat juga punya peran. Bisa menjadi mitra untuk menunjang pendidikan yang lebih baik. Seperti Disria Aryanti. Dia mendirikan sekolah alam dengan konsep mendidik siswa menjadi pribadi mandiri, kreatif, dan komunikatif.
Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kudus melalui Kasi Kurikulum Pendidikan Dasar (Dikdas) Afri Shofianingrum mengatakan, masyarakat bisa menjadi mitra dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Kudus.
Ia menyampaikan, sebentar lagi Kurikulum Merdeka diterapkan. Nantinya sasaran utamanya siswa. Kegiatan belajar mengajar (KBM) harus dua arah. Siswa lebih aktif. Bukan seperti sebelumnya, guru yang lebih aktif. Guru melempar materi yang memancing peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, dan mampu mengutarakan.
”Sekilas sekolah alam ini sudah menerapkan (Kurikulum Merdeka). Peserta didiknya diajari pintar berbicara, karena dibiasakan mengerjakan proyek dan presentasi di hadapan teman-teman dan guru,” jelasnya.
Afri menambahkan, pihaknya mendukung masyarkat yang peduli dengan dunia pendidikan. Pihaknya juga terbuka untuk menerima konsultasi yang berhubungan dengan pendidikan. (*/lin)