INI kebetulan. Bertemu mantan Bupati Jepara Ahmad Marzuqi yang baru bebas dari penjara. Sama dengan tidak direncanakannya beliau pulang dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane Semarang.
Marzuqi kaget ketika diberi tahu bawah saya di belakangnya. Segera dia berhenti. Berbalik badan. Senyumnya mengembang. Saya menyalami. Merangkul. Cipika-cipiki. Grup selawat yang mengiringi perjalanan ke rumah terus memainkan terbangnya.
Putra asli Jepara kelahiran 11 Agustus 1964 itu, berjalan menyusuri gang semeter menuju rumah. Saya mendampingi di samping kiri. Grup terbang di depan Pak Marzuqi berjalan mundur sambil terus beraksi. Di belakangnya ratusan warga mengiringi.
Saya mendapat kabar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, dibebaskan dari penjara Sabtu, 5 Maret 2022 pukul 19.41. Nurani saya langsung tergerak ingin bertemu. Beberapa jam sebelum masuk tahanan, saya sempat berkomunikasi dengan beliau. Saya mendoakan. Beliau meminta maaf. Di Lapas Kedungpane saya menjenguk.
Keinginan untuk bertemu Pak Marzuqi malam itu tertahan. Beliau masih di lapas. Rencananya besok siangnya baru pulang ke rumah kediaman di Bangsri, Jepara.
Saya mencari jalan. Kebetulan Khoirul Anwar, kepala Radar Kudus Biro Jepara dekat dengan anak-anaknya. Termasuk menantunya Haizul Maarif yang menjabat ketua DPRD Jepara. Gus Haiz -panggilan Haizul- membuka peluang bertemu Pak Marquki di rumah pada kesempatan pertama.
Rumah Marzuqi di gang sempit. Gang Mawar, No 4, Desa Bangsri, Kecamatan Bangsri, Jepara. Kira-kira 14 kilometer dari pusat Kota Jepara. Gang itu tidak bisa dilalui mobil. Lebarnya hanya semeter. Banyak keluarga lain juga di situ. Termasuk rumah orang tuanya di gang itu.
Ketika saya tiba di Gang Mawar pukul 15.30 Pak Marzuqi baru saja mengawali pidato di depan masyarakat. Beliau dikelilingi keluarga lengkap. Ada istri Hj. Chuzaemah, anak M. Ibnu Hajar yang juga ketua Bapemperda dari Fraksi PPP Jepara, menantu Haizul Maāarif (ketua DPRD Jepara), serta tiga anak lain, menantu, dan cucu.
Pak Marzuqi didaulat memberi sambutan ketika menginjakkan kaki di depan rumah orang tuanya. Beliau berdiri di teras. Mengenakan kemeja batik bermotif warna kekuningan, merah, dan hitam. Bersarung hijau lumut dan kopiah hitam. Tidak berbeda dengan penampilanya ketika berpidato di kampung-kampung mengisi pengajian.
Pidato Pak Marzuqi masih sama dengan sebelum dipenjara. Suaranya empuk. Diselingi ayat-ayat Alquran. Guyonannya mengalir. Suasana mencair. āPenjara itu bukan hukuman. Tetapi, tempat untuk menghentikan kemaksiatan,ā ujarnya. Di sana setiap hari dia selalu salat berjamaah tepat waktu.
Di penjara Pak Marzuqi bergaul dengan berbagai golongan masyarakat. Mulai rakyat jelata, pengusaha, dokter, sampai pejabat yang dituduh makan uang rakyat. Bertemu para bupati yang senasib dengannya. Termasuk mantan Bupati Kudus M. Tamzil. Berjumpa juga rakyatnya yang terkena kasus narkoba dan 365 pencurian.
Suatu saat dia ngobrol dengan seorang dokter. Setiap hari dokter itu meraba-raba payudara kaum Hawa. Tentu banyak yang istri orang. Di penjara dia tidak bisa melakukan itu lagi. āDia dokter spesialis payudara,ā kata Marzuqi disambut gelak tawa penyambutnya. Kasusnya sendiri bukan karena meremas payudara itu.
Pak Marzuqi khas kiai NU. Kalau sedang ndalil (menyitir ayat Alquran dan hadits), mesti serius. Tetapi selalu diringi joke-joke untuk mencairkan suasana. Karena itu, di lapas disenangi banyak orang. Selalu didaulat untuk memberi tausiah dalam pengajian. Pak Marzuqi adalah daāi sejati. Di mana pun dia memiliki kharisma.

Sampai di rumah di Gang Mawar, Nomor 4, Marzuqi tidak langsung masuk ke ruang keluarga, apalagi kamar. Dia menyalami satu per satu orang-orang dekatnya di ruang tamu. Ada Agus Sutisna, anggota DPRD Jepara dari Fraksi PPP dan Masykuri, ketua DPC PPP Jepara.
Saya ikut merasakan kebahagiaan Marzuqi. Kebetulan saya diberi kesempatan duduk di sebelahnya. Melihat wajahnya yang berseri-seri. Memandangi senyumnya yang terus mengembang. Menyodorkan sendiri minuman dan makanan kepada tamu-tamunya. Ada adon-adon coro, sejenis wedang jahe yang diberi potongan kelapa muda dan nasi pindang daging.
Di ruang tamu itu, dia juga bercanda. Ketika dia menyebut urutan karirnya. āTahun 1999 menjadi anggota DPRD, 2004 menjadi ketua DPRD, 2007 menjadi wakil bupati, 2012 menjadi bupati, 2017 menjadi bupati lagi, 2019 menjadi napi,ā katanya dengan tertawa terbahak-bahak. Saya ikut ngakak. Demikian juga Agus Sutisna di depannya.
Begitulah, Marzuqi masih seperti yang dulu. Selamat bergabung kembali dengan masyarakat. (*)