BLORA – Sumur tua peninggalan Belanda di Blora masih beroperasi hingga saat ini. Investasi untuk memproduksi minyak tua bisa mencapai miliaran rupiah. Biaya besar itu oleh penambang disiasati mengumpulkan investor hingga cukup modal.
”Untuk memanfaatkan kembali satu sumur tua, modalnya didapat dari investasi hingga 50an orang,” kata T, salah seorang penambang dari Desa Ledok. ”Warga membutuhkan waktu 3-4 tahun untuk kembali memproduksi minyak di sumur tua. Tujuannya untuk mengumpulkan modal.”
”Itu pun belum tentu langsung berhasil. Butuh waktu bertahun-tahun untuk memastikan suatu sumur tua bisa berproduksi,” tegasnya.
Dari ratusan titik sumur yang mengandung “emas hitam” itu ternyata memiliki karakteristik masing-masing. Tak bisa disamakan antara satu dengan lainnya.
Dari data yang diperoleh wartawan, saat ini ada 235 titik sumur tua di Desa Ledok, Sambong. Sebanyak 196 titik itu dikelola PT Blora Patra Energi (PT BPE). BUMD Kabupaten Blora. Kemudian 20 an titik sumur dikelola Pertamina.
Sisanya tidak boleh diproduksi kembali atau belum mendapatkan izin. Itu karena dekat dengan sungai ataupun karena dekat dengan sumur Pertamina.
Setiap sumur di kawasan itu, menurut T, memiliki karakteristik masing-masing. Baik secara kedalaman ataupun dari sisi produksinya.
“Zaman belanda, pengambilan minyak di setiap lapisan itu berbeda-beda antara sumur satu dengan lainnya. Sumur A mungkin di lapisan 2, sumur B di lapisan 3. Dan sumur C mungkin lapisan 7. Kedalaman berbeda beda,” jelasnya.
“Sumur-sumur itu dulunya ditutup oleh Belanda. Ditimbuni tanah ataupun kayu-kayu biar tidak kelihatan. Sehingga harus ekstra, saat akan mengaktifkan sumur tua itu,” ungkapnya saat ditemui wartawan.
Kedalaman sumur-sumur tua itu bervariasi. Mulai dari 100-500 meter. Dia menceritakan, Belanda membuat perbedaan kedalaman antar titik sumur. Meskipun berdekatan. Kedalamnya tidak sama. Kedalaman itu juga tidak mempengaruhi kapasitas produksi emas hitam.
“Karena lapisannya yang kita ambil berbeda. Kalau diambil lapisannya sama, ya habis potensi,” ungkap sambil menunjukkan salah satu sumur yang dikelolanya.
Pekerjaan itu secara umum cukup untuk menenuhi kebutuhan masyarakat penambang. Baik untuk kehidupan sandang, pangan, ataupun papan.
Kondisi itu bisa meningkatkan taraf pendidikan anak-anak, meskipun ada pula yang tak melanjutkan ke pendidikan sarjana karena sudah tidak minat berkuliah. (cha/zen)